Minggu, 01 Juli 2012

Taman Nasional Gunung Rinjani


Deskripsi Tentang Taman Nasional Gunung Rinjani
Gunung Rinjani (TNGR) merupakan kawasan konservasi yang menjadi daerah tujuan wisata andalan dan kebanggaan masyarakat Propinsi Nusa Tenggara Barat, juga merupakan kawasan yang menjadi penyangga kehidupan masyarakat sekitarnya. Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan kawasan pelestarian alam dengan luas ? 41.330 Ha yang terletak dalam 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Timur. Daya tarik Taman Nasional Gunung Rinjani bukan hanya pada keindahan alamnya akan tetapi juga potensi yang ada didalamnya khususnya flora dan fauna antara lain Musang Rinjani dan beberapa jenis Anggrek. Kebanggaan tersebut akan sirna apabila tidak dapat mengelola dan mempertahankan kelestarian Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) harus mampu mengembang pariwisata sehingga BTNGR dapat mencapai visi dan misi yang diembannya. Dalam penelitian ini ditentukan rumusan masalah adalah Program apa saja yang dilakukan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dalam pengembangan pariwisata sesuai dengan fungsinya? dan faktor-faktor apa saja yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata tersebut dan bagaimana mengatasi masalah-masalah tersebut dalam meningkat kunjungan wisatawan?        
Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sedangkan pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan sampling aksidental. Dengan pengambilan lokasi penelitian di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Sumber pengambilan data melalui data primer adalah Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani beserta staffnya dan sumber data sekunder dari dokumen-dokumen atau arsip-arsip, buku-buku literatur dan internet. Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh subyek penelitian yaitu Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Ketua Rinjani Trek Management Board (RTMB), Ketua Rinjani Trek Center (RTC), staff Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Pemandu wisata, tokoh masyarakat dan tokoh agama.            
Berdasarkan yang diperoleh dilapangan maka hasil penelitian dari Program BTNGR dalam pengembangan pariwisata sesuai dengan fungsinya, ditinjau dari sarana dan prasaran serta 3 (tiga) aspek, yaitu: Sarana dan prasarana penunjang yang ada dikawasan TNGR yaitu biro perjalanan, penginapan atau homestay, restaurant, trek organizer, guide atau porter yang terorganisasi. Sedang yang ditinjau dari yaitu; pertama aspek sumberdaya; terdapat obyek wisata alam dengan daya tarik yang disuguhkan berupa trekking, camping, memancing, pemandian serta     hiking.            
Yang kedua aspek strategi; untuk mendukung pengembangan pariwisata di Taman Nasional Gunung Rinjani pihak pengelola mengembangkan program ekowisata. Program ekowisata ini meliputi; bentuk kemitraan pengelolaan, membentuk pelaksana pengelola program, sasaran program ekowisata, produk ekowisata yang ditawarkan, dan melakukan pembinaan yang mencakup; manajemen taman nasional, pengembangan pariwisata, dan kegiatan pariwisata. Dengan adanya program ini masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani akan terlibat langsung memiliki tanggung jawab dalam menjaga serta pemeliharaan kawasan Rinjani.      
Sedangkan aspek ketiga yaitu aspek kinerja; program ekowisata yang telah diterapkan oleh pihak pengelola pariwisata berhasil mencapai mencapai target yang telah ditetapkan ini terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan serta jumlah uang karcis masuk ke TNGR. Namun di dalam pengelolaan penerimaan tiket masuk ada ketidaktranspran, ini terbukti adanya ketidakseimbangan antara jumlah pengunjung dengan jumlah penerimaan uang masuk.
Sedangkan hambatan yang dihadapi oleh pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani adalah kurangnya jumlah pegawai atau personil serta keterlambatan dana. Untuk mengatasi masalah tersebut pihak BTNGR telah mengusulkan ke Pusat agar dapat membantu pengisian kekurangan tenaga yang ada serta diusulkan agar tiap tahunnya anggara turun tepat pada waktunya.           
Kesimpulan yang diperoleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani memiliki sarana dan prasarana penunjang pariwisata yang masih minim, masih ada obyek wisata yang belum dikembangkan secara optimal. Strategi yang diterapkan sesuai dengan keadaan masyarakat sekitar. Sedangkan kinerja pihak pengelola berhasil mencapai target. Dan hambatan-hambatan yang dihadapi telah diupayakan penyelesaiannya sebatas apa yang yang menjadi wewenang Balai Taman Nasional Gunung Rinjani.

 I.I. Deskripsi alternative

Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan kawasan konservasi yang menjadi daerah tujuan wisata andalan dan kebanggaan masyarakat Propinsi Nusa Tenggara Barat, juga merupakan kawasan yang menjadi penyangga kehidupan masyarakat sekitarnya. Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan kawasan pelestarian alam dengan luas ? 41.330 Ha yang terletak dalam 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Timur. Daya tarik Taman Nasional Gunung Rinjani bukan hanya pada keindahan alamnya akan tetapi juga potensi yang ada didalamnya khususnya flora dan fauna antara lain Musang Rinjani dan beberapa jenis Anggrek. Kebanggaan tersebut akan sirna apabila tidak dapat mengelola dan mempertahankan kelestarian Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) harus mampu mengembang pariwisata sehingga BTNGR dapat mencapai visi dan misi yang diembannya. Dalam penelitian ini ditentukan rumusan masalah adalah Program apa saja yang dilakukan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dalam pengembangan pariwisata sesuai dengan fungsinya? dan faktor-faktor apa saja yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata tersebut dan bagaimana mengatasi masalah-masalah tersebut dalam meningkat kunjungan wisatawan? Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sedangkan pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan sampling aksidental. Dengan pengambilan lokasi penelitian di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Sumber pengambilan data melalui data primer adalah Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani beserta staffnya dan sumber data sekunder dari dokumen-dokumen atau arsip-arsip, buku-buku literatur dan internet. Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh subyek penelitian yaitu Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Ketua Rinjani Trek Management Board (RTMB), Ketua Rinjani Trek Center (RTC), staff Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Pemandu wisata, tokoh masyarakat dan tokoh agama.     
Berdasarkan yang diperoleh dilapangan maka hasil penelitian dari Program BTNGR dalam pengembangan pariwisata sesuai dengan fungsinya, ditinjau dari sarana dan prasaran serta 3 (tiga) aspek, yaitu: Sarana dan prasarana penunjang yang ada dikawasan TNGR yaitu biro perjalanan, penginapan atau homestay, restaurant, trek organizer, guide atau porter yang terorganisasi. Sedang yang ditinjau dari yaitu; pertama aspek sumberdaya; terdapat obyek wisata alam dengan daya tarik yang disuguhkan berupa trekking, camping, memancing, pemandian   serta   hiking.
Yang kedua aspek strategi; untuk mendukung pengembangan pariwisata di Taman Nasional Gunung Rinjani pihak pengelola mengembangkan program ekowisata. Program ekowisata ini meliputi; bentuk kemitraan pengelolaan, membentuk pelaksana pengelola program, sasaran program ekowisata, produk ekowisata yang ditawarkan, dan melakukan pembinaan yang mencakup; manajemen taman nasional, pengembangan pariwisata, dan kegiatan pariwisata. Dengan adanya program ini masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani akan terlibat langsung memiliki tanggung jawab dalam menjaga serta pemeliharaan kawasan Rinjani.      
Sedangkan aspek ketiga yaitu aspek kinerja; program ekowisata yang telah diterapkan oleh pihak pengelola pariwisata berhasil mencapai mencapai target yang telah ditetapkan ini terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan serta jumlah uang karcis masuk ke TNGR. Namun di dalam pengelolaan penerimaan tiket masuk ada ketidaktranspran, ini terbukti adanya ketidakseimbangan antara jumlah pengunjung dengan jumlah penerimaan uang masuk.
Sedangkan hambatan yang dihadapi oleh pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani adalah kurangnya jumlah pegawai atau personil serta keterlambatan dana. Untuk mengatasi masalah tersebut pihak BTNGR telah mengusulkan ke Pusat agar dapat membantu pengisian kekurangan tenaga yang ada serta diusulkan agar tiap tahunnya anggaran turun tepat pada    waktunya.
Kesimpulan yang diperoleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani memiliki sarana dan prasarana penunjang pariwisata yang masih minim, masih ada obyek wisata yang belum dikembangkan secara optimal. Strategi yang diterapkan sesuai dengan keadaan masyarakat sekitar. Sedangkan kinerja pihak pengelola berhasil mencapai target. Dan hambatan-hambatan yang dihadapi telah diupayakan penyelesaiannya sebatas apa yang yang menjadi wewenang Balai Taman Nasional Gunung Rinjani.



I.II. Geografi
Gunung Rinjani dengan ketinggian 3.726 m dpl, mendomonasi sebagian besar luas
pulau Lombok. Terletak disebelah timur pulau Bali, dapat ditempuh dengan bus
langsung Jakarta-Mataram dengan menyeberang menggunakan feri dua kali (selat
bali dan selat lombok). Dapat juga ditempuh dengan menggunakan pesawat
terbang dari Jakarta, Surabaya dan Bali.



I.III. Pendakian
Rinjani memiliki panaroma yang bisa dibilang paling bagus di antara
gunung-gunung di Indonesia. Setiap tahunnya (Juni-Agustus) banyak dikunjungi  pencinta alam mulai dari Penduduk lokal, mahasiswa, pecinta alam. Suhu udara
rata-rata sekitar 20°C; terendah 12°C. Angin kencang di puncak biasa terjadi di
bulan Agustus. Beruntung akhir Juli ini, angin masih cukup lemah dan cuaca cukup
cerah, sehingga summit attack bisa dilakukan kapan saja.
Selain puncak, tempat yang sering dikunjungi adalah Segara Anakan, sebuah danau
kawah di ketinggian 2.000 mdpl. Untuk mencapai lokasi ini kita bisa mendaki dari
desa Senaru atau desa Sembalun Lawang (dua entry point terdekat di ketinggian
500 mdpl dan 1.200 mdpl). Kebanyakan pendaki menyukai start entry dari arah
Sembalun, karena bisa menghemat 700m ketinggian. Rute Sembalun agak panjang
tetapi datar, dan cuaca lebih panas karena melalui padang savana yang terik (suhu
dingin tetapi radiasi matahari langsung membakar kulit). Sunblok krem sangat
dianjurkan.





Gambar dari Taman Nasional Gunung Rinjani

II. Budaya Masyarakat Dan Kebakaran Hutan Di Taman Nasional Gunung Rinjani
Menurut UU No. 41 tahun 1999, Hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kawasan hutan adalah
wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Taman Nasional adalah suatu kawasan yang diperuntukkan bagi
perlindungan kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting
secara nasional maupun internasional serta memiliki nilai bagi
pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi. Kawasan alami ini relatif
luas, materinya tidak diubah oleh kegiatan manusia serta pemanfaatan
sumberdaya tambang tidak diperbolehkan (MacKinnon, J. K. MacKinnon,
Child dan Thorsell. 1993).
Dalam Pasal 29 Undang – Undang No. 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dalam pasal 1 ayat 14
disebutkan bahwa Taman Nasional (National Park) adalah kawasan
pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Sehingga jelas bahwa selain fungsi perlindungan atau untuk tujuan konservasi kawasan
taman nasional juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan rekreasi.
Di antara fungsi utama suatu kawasan taman nasional menurut
Undang – Undang di atas yaitu :
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan
b. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya.
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya
Untuk menjamin kelangsungan fungsi pokok Taman Nasional di
atas, maka dalam pengelolaannya Taman Nasional dikelola dengan sistem
zonasi. Zonasi atau pembagian mintakan Taman Nasional diperlukan
untuk tujuan pengaturan peruntukan kawasan Taman Nasional sesuai
dengan kepentingan pengelolaan dan pemanfaatannya menurut fungsi
bagi perlindungan, pengawetan dan pelestarian, pemanfaatan untuk
pendidikan, penelitian, pariwisata, dan wisata alam serta berbagai
manfaat lain untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat (Dirjen PHPA
1982). Sistem zonasi dalam Taman Nasional dibagi menjadi beberapa
zona yaitu:
1. Zona Inti (Sanctuari Zone)
Pada zona ini aktifitas manusia tidak diijinkan, kecuali kegiatan
pengelolaan untuk kepentingan konservasi. Zona ini memiliki nilai ilmiah yang tinggi, sehingga dimungkinkan dilakukan kegiatan penelitian tetapi
harus mengikuti aturan-aturan khusus yang berlaku.
2. Zona Rimba ( Wilderness Zone)
Pada zona ini pengunjung yang diperbolehkan masuk dibatasi.
Tujuan pengelolaan adalah pada pemeliharaan flora dan fauna pada
kawasan yang dilindungi. Pengelolaan rekreasi terbatas pada penyediaan
jalan setapak dan camp yang tidak permanen.
3. Zona Pemanfaatan ( Intensif Use Zone )
Zona ini merupakan pusat kegiatan wisatawan sehingga sarana dan
prasarana yang mendukung kegiatan wisata harus disediakan bagi
pengunjung.
4. Zona Penyangga ( Buffer Zone )
Zona penyangga adalah kawasan yang berdekatan dengan
kawasan Taman Nasional yang penggunaan lahannya terbatas, untuk
memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi Taman Nasional dan
sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Zona penyangga sendiri
mempunyai 2 (dua) fungsi utama yaitu penyangga perluasan dan
penyangga sosial (MacKinnon et al., 1993).
5. Zona Pemanfaatan Tradisional,
Dalam Pedoman Penataan Zona Taman Nasional (Terrestrial) Ditjen
PHKA menyebutkan bahwa Zona Pemanfaatan Tradisional adalah bagian
kawasan Taman Nasional yang di dalamnya dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan secara tradisional, untuk memenuhi/mengakomodasi kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitar kawasan yang biasanya
menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam hutan, serta untuk
melindungi zona-zona lain dan mempertahankan hubungan tradisional
antara masyarakat lokal dengan hutan yang pelaksanaannya diatur lebih
lanjut sesuai dengan ketentuan.

II.I.  Interaksi Masyarakat Dengan Kawasan TNGR

Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua
faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi
reaksi (Moen 1973 dalam Souhuat, 2006). Hampir semua kawasan
konservasi pada umumnya berbatasan langsung dengan pemukiman
penduduk, lahan pertanian, perkebunan, perikanan, kegiatan
perindustrian atau kerajinan rakyat, ataupun sektor kegiatan lainnya.
Kegiatan ini menyebabkan interaksi antara potensi sumberdaya alam yang
terdapat di dalamnya dengan masyarakat, pada kondisi ini masyarakat
berusaha memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (Alikodra, 1989 )
Masyarakat di sekitar Taman Nasional adalah sekumpulan individu,
keluarga dan komunitas tradisional atau modern yang menempati,
bertempat tinggal tetap atau secara terus menerus pada suatu areal
tertentu. Areal ini berada atau berbatasan dengan suatu Taman Nasional
yang telah berdiri atau diusulkan sebagai kawasan Taman Nasional.
Kemiskinan yang banyak dihadapi oleh masyarakat di sekitar kawasan
konservasi adalah suatu hal yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan kebijakan perencanaan dan pengelolaan kawasan lindung.
Masyarakat sekitar perlu dibantu dalam mengurangi kemiskinan yang
mereka hadapi. Kondisi sosial ekonomi mayarakat di sekitar Taman
Nasional relatif rendah, ini merupakan faktor pendorong yang kuat untuk
melakukan tekanan-tekanan terhadap sumberdaya alam di Taman
Nasional (Alikodra 1989).
Menurut Alikodra (1989), beberapa penyebab terjadinya interaksi
yang cukup penting adalah :
Tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan relatif rendah
Tingkat pendidikannya relatif rendah
Rata-rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif
pengelolaannya
Laju pertumbuhan penduduk yang cukup pesat dengan kepadatan yang
cukup tinggi.

II.II.  Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dan belukar adalah kebakaran yang
menyebabkan hangusnya hutan, belukar atau padang rumput. Kebakaran
hutan merupakan salah satu masalah utama di beberapa Tamana
Nasional. Di Kalimantan dan Sumatera kebakaran hutan menjadi momok
yang menakutkan. Hal ini dapat menyebabkan kerugian tidak hanya bagi
masyarakat di Sumatera dan Kalimantan bahkan bagi warga negara
tetangga (Malaysia, Singapore dan Brunei Darussalam).

Kebakaran hutan dan belukar secara garis besar dibedakan sebagai
berikut :
a. Kebakaran permukaan lahan.
Kebakaran permukaan lahan adalah kebakaran dimana rumput
liar, dahan dan daun gugur/serasah yang menutupi permukaan lahan
hutan maupun padang rumput terbakar, dan banyak terjadi pada
lahan terbuka.
b. Kebakaran dalam Tanah
Kebakaran dalam Tanah adalah kebakaran dimana zat organik
seperti lapisan gambut atau lapisan batubara muda yang
terkonsentrasi di dalam tanah terbakar.
c. Kebakaran Batang Pohon
Kebakaran Batang Pohon adalah kebakaran yang membakar
batang pohon tua. Diakibatkan oleh petir atau kebakaran permukaan
lahan.
d. Kebakaran Puncak Pohon/Tajuk
Kebakaran Puncak Pohon/Tajuk adalah kebakaran dimana
bagian mahkota hutan menyala/terbakar.

II.III. METODE PELAKSANAAN

·         Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang
bertujuan untuk memecahkan masalah yang ada pada waktu sekarang
dengan cara mengumpulkan, menyusun dan menganalisis data
kemudian menarik kesimpulan dan menyalin dalam bentuk laporan yang
sistematis mengenai objek yang diteliti (Nazir, 1985).
·         Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu masyarakat yang
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kebakaran hutan di kawasan
Taman Nasional Gunung Rinjani.
·         Penentuan Daerah Sampel
Penentuan daerah sampel dilakukan secara purposive sampling,
yaitu dengan memilih 2 (dua) desa yang berbatasan langsung dengan
kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani yaitu Desa Sajang dan
Sembalun Lawang dengan pertimbangan kedua desa ini merupakan
kawasan yang secara rutin terjadi kebakaran hutan.








II.IV. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Taman Nasional

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sebagai salah satu dari 51
Taman Nasional di Indonesia yang telah melakukan kegiatan pemanfaatan
kawasan melalui penyelenggaraan pariwisata alam. Pemerintah daerah
(pemprop) Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan kawasan TNGR
sebagai salah satu dari 15 tujuan wisata andalan NTB dengan beberapa
destinasi yang telah terkenal diantaranya Danau Seagara Anak dan
Puncak Rinjani.
1. Sejarah Pengelolaan
Pada pengelolaanya, Taman Nasional Gunung Rinjani sebelumnya
merupakan kawasan suaka margasatwa yang ditetapkan Gubernur Hindia
Belanda pada tahun 1941 berdasarkan Surat Keputusan No. 15 Staatblaat
Nomor 77 tanggal 12 Maret 1941, dan kemudian diumumkan melalui
surat Pernyataan Menteri Kehutanan No. 448/Menhut-VI/1990, pada acara
puncak Pekan Konservasi Alam Nasional Ke-3 di Mataram propinsi Nusa
Tenggara Barat. Kemudian ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional
Gunung Rinjani dengan Surat Keputusan Menhut No. 280/Kpts-VI/1997
tanggal 23 Mei 1997 dengan luas definitive ±41.330 Ha, yang terletak di
Tiga wilayah Kabupaten di Pulau Lombok dengan organisasi
pengelolannya ditetapkan dengan Surat Keputusan Menhut No. 185/Kpts-
VI/1997 tanggal 27 Mei 1997 dengan nama Unit Taman Nasional Gunung
Rinjani setingkat eselon IV.a, selanjutnya pada tahun 2002 berubah
menjadi Balai Taman Nasional Gunung Rinjani setingkat eselon III.a
dengan Surat Keputusan Menhut No. 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional Gunung
Rinjani.
Berdasarkan SK tersebut, Taman Nasional Gunung Rinjani terbagi
menjadi dua Wilayah Pengelolaan dalam bentuk Seksi Pengelolaan Taman
Nasional Wilayah yaitu:
 Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Lombok Barat,
menangani wilayah Taman Nasional Gunung Rinjani yang berada
di Kabupaten Lombok Barat dengan luas areal ±12.357,67 Ha
(30%) yang dibagi dalam tiga Resort dan pos jaga.
Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II, menangani wilayah
Taman Nasional Gunung Rinjani yang berada di Kabupaten
Lombok Timur dengan luas areal ±22.152,88 Ha (53%) yang
dibagi dalam empat Resort dan pos jaga, serta wilayah Taman
Nasional Gunung Rinjani yang berada di Kabupaten Lombok
Tengah dengan luas areal ±6.819,45 Ha (17%) yang dibagi
dalam dua Resort dan pos jaga.
2. Tata Ruang dan Kebijakan Pemanfaatan Taman Nasional
Gunung Rinjani
Dengan mempertimbangakan fisi, misi dan tujuan Pemanfaatan
serta Ketetapan-ketetapan mengenai lingkup kegiatan pariwisata yang
dapat dilakukan, maka pemanfaatan Taman Nasional utnuk pariwisata
pada masing-masing zona ditetapkan sebagai berikut :
1. Zona Pemanfaatan sebagai pusat pelayanan pariwisata dengan
fungsi utama untuk pengembangan sarana dan prasarana
pelayanan pariwisata tanpa mengesampingkan fungsi-fungsi lain
yang dapat dikembangkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pada Zona ini pengunjung dapat melakukan kunjungan
secara bebas.
2. Zona Rimba, adalah zona yang dikembangkan dengan fiungsi
utama sebagai tempat untuk pengembangan program
interpretasi.
3. Zona Inti, adalah zona yang fungsinya sangat terbatas untul
pemenfaatan memalui interpretasi maya (virtual interpretation)
atau interpretasi secara tidak langsung, yang dalam
implementasinya terutama diwujudkan dengan keberadaan pusat
interpretasi.


3. Kecamatan Sembalun
Kecamatan Sembalun adalah salah satu kecamatan yang termasuk
ke dalam bagian Kabupaten Lombok Timur. Daerah ini merupakan
pemekaran dari Kecamatan Aikmel. Sebagai kecamatan baru, Sembalun
merupakan salah satu penghasil komoditi pertanian di Lombok Timur.
Kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 7.000 jiwa ini terdiri dari
4 (empat) desa yaitu Sembalun Bumbung, Sembalun Lawang, Sajang
dan Bilok Petung.
Sembalun memiliki kondisi geografis yang unik, berada di
ketinggian sekitar 1.100 mdpl dan dikelilingi oleh gunung-gunung yang
membentang dari timur, selatan hingga barat, sedangkan di sebelah utara
adalah laut Lombok. Dengan kondisi yang sedemikian Sembalun menjadi
penghasil komoditi pertanian yang terbesar di NTB. Selain itu, keunikan
bentang alamnya menjadikan daerah ini sebagai salah satu andalan
pariwisata NTB.
Selain pertanian dan pariwisata alam peternakan merupakan salah
satu mata pencaharian uatama masyarakat. Selain peternakan
konvensional dengan kandang, sebagian masyarakat juga melepas
sapinya di kawasan TNGR,. Hal ini merupakan salah satu buda
pemelihraan sapi oleh masyarakat Sembalun.











III. MUSANG RINJANI

Musang Rinjani (Paradoxurus hermaphroditus rindjanicus) merupakan hewan
menyusui (Mamalia) yang termasuk dalam suku musang dan garangan (Viverridae),
salah satu species dari tiga spesies bangsa Carnivora yang ada di P. Lombok selain
musang rase (Viverricula indica baliensis) dan kucing hutan (Felis bengalensis).
Musang Rinjani atau Ujat (bahasa lokal Sasak) termasuk subspesies dari musang
luwak (Paradoxurus hermaphrodites) endemik P. Lombok khususnya kawasan
Gunung Rinjani (Kitchener et al., 2002, Straus, 1931).
Musang Rinjani lebih sering dijumpai di kawasan-kawasan dekat pemukiman
dan perkebunan penduduk dibandingkan kawasan hutan dan dianggap hama oleh
penduduk sekitar kawasan karena sasaran pakannya adalah ayam ternak milik
penduduk dan buah-buahan di ladang perkebunan sehingga penduduk memburu satwa
ini untuk dibunuh (BTNGR, 2009).

Sebagai satwa arboreal yang tergantung kepada hutan sebagai tempat hidup
dan mencari makan, ancaman terbesar bagi perkembangan populasi liar spesies ini
adalah perubahan habitat terutama oleh aktivitas manusia (penebangan illegal dan legal) maupun oleh aktivitas alam sendiri (tegakan mati, kebakaran atau aktivitas
vulkanik) serta perburuan oleh penduduk sekitar (Anonim, 2000, BTNGR 2009).
Belum banyak penelitian yang mendeskripsikan dengan jelas spesies ini,
mengungkap status taksonominya berkaitan dengan subspesies lain di pulau-pulau
sekitarnya seperti Paradoxurus hermaphrodites sumbanus (P. Sumba) dan
Paradoxurus hermaphrodites balinus (P. Bali) yang secara geografik sangat
berdekatan, populasi dan habitat spesifik serta peranannya dalam ekosistem. Makalah
ini disusun untuk memberikan telaah ekologis musang Rinjani beserta tindakan
pengelolaan yang diperlukan dengan harapan dapat berguna bagi pengelolaan dan
perlindungan musang Rinjani, demi kelangsungan hidup dan kelestarian salah satu
spesies endemik kawasan Gunung Rinjani ini.



III.II. JENIS, POPULASI DAN SEBARAN

A. Klasifikasi dan Morfologi
Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan spesies dengan
banyak anggota subspesies. Beberapa ahli berdebat mengenai anggota subspesies
maupun anggota dari Genus Paradoxurus. Pada awalnya Genus Paradoxurus hanya
terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu musang luwak/musang palem Asia (Paradoxurus
hermaphroditus), musang coklat Jerdoni (Paradoxurus jerdoni) dan musang emas
(Paradoxurus zeylonensis) (Straus, 1931, Wilson and Reeder, 2005). Tetapi menurut
penelitian Payne et al. (2000) subspesies lignicolor, endemik Kepulauan Mentawai
adalah spesies musang tersendiri. Dikoreksi lagi tahun 2009 oleh Grove et al,
berdasarkan analisis genetik yang membandingkan spesimen dari 3 (tiga) mayor zona
biotik di Srilanka dan menyatakan sebagai spesies tersendiri musang emas wet-zone
(Paradoxurus aureus), musang emas dry-zone (Paradoxurus stenocephalus), musang
palem coklat (Paradoxurus montanus) terpisah dari musang emas Srilanka
(Paradoxurus zeylonensis).
Kajian ulang mengenai nama dan status taksonomi dari subspesies rindjanicus
(Mertens, 1929), balicus (Sody, 1933) maupun sumbanus (Schwarz, 1910) perlu
dilakukan karena terbatasnya penelitian-penelitian taksonomi yang mendeskripsikan
subspesies-subspesies ini. Wilson dan Reader (2005) bahkan tidak menyebutkan adanya subspesies rindjanicus ini. Sedangkan Mertens (1929) dalam Straus (1931)
dan Kitchener et al. (2002) menyatakan rindjanicus sebagai subspesies tersendiri.
Straus (1931) tidak menyebutkan adanya subspesies sumbanus, tapi mendeskripsikan
subspesies rindjanicus sebagai subspesies dengan sebaran P. Sumba. Jadi masih ada
kerancuan penamaan dan taksonomi antara subspesies rindjanicus maupun sumbanus.
Menurut Straus (1931) dan Kitchener et al. (2002), klasifikasi musang Rinjani
termasuk famili Viverridae, subfamili Paradoxurinae, genus Paradoxurus, spesies
Paradoxurus hermaphroditus, subspesies Paradoxurus hermaphroditus rindjanicus.




Gambar 1. Musang Rinjani.


Secara fisik bahkan tidak terdapat perbedaan mencolok antara musang Rinjani
dengan musang luwak lainnya. Menurut Kitchener et al. (2002) musang Rinjani pada
bagian kepala sampai dengan ekor berwarna sangat gelap bahkan mendekati hitam.
Ukuran panjang dari kepala ke pangkal ekor 38 cm, dari ujung ekor sampai pangkal
ekor 40 cm, daun telinga ukuran 34, serta panjang kaki 70 cm. Warna rambut gelap
hampir mendekati hitam dengan warna hitam hijau lumut disisi punggung dan agak
pucat pinggala disisi dada perut.
Ciri-ciri tersebut sebenarnya juga terdapat pada musang luwak pada umumnya
atau subspesies-subspesies lain seperti philippensis di Filipina atau javanicus yang ada
di P. Jawa. Boudet (2009) bahkan menyarankan untuk dilakukan revisi taksonomi atas
subspesies-subspesies yang ada karena sedikit sekali penelitian-penelitian taksonomi
yang mendukung klasifikasi. Kitchener et al. (2002) dalam publikasinya menyarankan
untuk ditinjau kembali pentelaan musang Rinjani untuk mendukung taksonominya.

B. Populasi dan Sebaran
Musang luwak merupakan hewan endemik khas orientalis tersebar di Asia
Tengah, Selatan dan Tenggara. Wilson dan Reeder (2005) menyebutkan ada sekitar 65
subspesies musang luwak di dunia ini, tanpa subspesies rindjanicus sedangkan Straus
(1931) menyebutkan ada 64 subspesies termasuk subspesies rindjanicus tanpa
subspesies sumbanus. Musang luwak tersebar dari India and Sri Lanka, Cina bagian
Selatan sampai Semenanjung Malaya ke Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
Filipina. Di beberapa wilayah mempunyai sebaran luas dan beberapa lagi endemik
(subspesies). Beberapa catatan juga menyebutkan spesies ini terdapat di Selandia Baru
dan Papua Nugini, kemungkinan sebagai hasil introduksi (Myers et al., 2008, IUCN,
2010, Wilson and Reader, 2005).
Belum banyak catatan penelitian mengenai sebaran spesifik musang Rinjani di
P. Lombok, informasi terakhir dari inventarisasi di habitat spesifik yang telah
teridentifikasi yaitu kawasan Sembalun bahwa dugaan kepadatan populasi musang
Rinjani di kawasan itu sejumlah 60 ekor per 100 Ha (BTNGR, 2009). Populasi di luar
kawasan tersebut hanya sebatas informasi dari masyarakat yang menyatakan bahwa
populasinya melimpah, dan hal ini harus dibuktikan melalui penelitian.
Status spesies musang luwak secara umum dalam kategori endangered (terancam) pada tahun 1996 kemudian dikoreksi lagi statusnya di tahun 1999 menjadi
least concern (beresiko rendah), yang bisa menjadi indikasi bahwa populasinya
meningkat stabil. Untuk spesies musang Rinjani secara khusus menurut IUCN belum
ada (IUCN, 2010)

III.III.  HUBUNGAN DENGAN MANUSIA

A. Nilai Ekologis
Spesies ini merupakan nokturnal omnivora, pakan utama musang luwak atau
musang pada umumnya adalah buah-buahan, termasuk Ficus spp., Palem dan cericeri-
an seperti Kopi. Terkadang spesies ini juga memakan vertebrata kecil, reptil,
ataupun serangga. Pakan spesifik musang Rinjani berupa buah-buahan dari Ficus spp
seperti Are (Ficus sp.), Goak (Ficus fistula) serta Kue (nama local), Prabu (Bischoffia
javanica) dan Menjerong (nama lokal) (BTNGR, 2009). Berdasarkan catatan-catatan
penelitian, dipercaya musang luwak atau musang pada umumnya merupakan agen
permudaan hutan, sebagai pemencar biji-biji tanaman hutan karena musang hanya
memakan buah yang telah masak. Sistem pencernaannnya yang kurang sempurna
ternyata memberikan implikasi positif bagi eksosistem hutan. Sistem pencernaannya
sederhana, hanya memproses kulit dan daging buah sedangkan biji-biji dikeluarkan
bersama kotoran. Dari sinilah permudaan terjadi bersama kotoran-kotoran yang
tersebar di tempat-tempat yang dilaluinya (Ho, 2009, Ismail, 2004, Mudappa et al.
2010, TROPENTAG, 2009,).
B. Nilai Ekonomis
Musang diperlukan dalam industri parfum. Beberapa parfum terkenal dunia
menggunakan bahan dari hormon musang yang mengandung zat kimia tertentu yang
sangat harum baunya. Ekstraksi hormon ini dikenal sebagai civet musk, yang bernilai
ekonomi tinggi (Adebe, 2000, Anonim, 2003, Morris, 1992). Civet musk di beberapa
negara Afrika merupakan bahan komoditas ekspor yang penting, bahkan di Ethiopia
menyumbang sekitar 90% civet musk dunia (Adebe, 2000).
Di kalangan pecinta kopi, musang luwak terkenal karena produksi biji kopi
kualitas tinggi dari hasil pencernaannya. Kopi luwak merupakan kopi termahal di
pasaran dunia, dijual dengan harga $100-$600 per pon atau sekitar Rp 1.000.000- Rp 6.000.000 per setengah kilogram, di Amerika Serikat dijual sekitar $175 (Anonim,
2010, Michele, 2010). Untuk menikmati secangkir kopi luwak di California orang
harus membayar $30 (Sandoval, 2010).

C. Pembinaan habitat
Pembinaan habitat dikerjakan secara terpadu dengan spesies satwa yang
simpatrik dengan musang Rinjani. Pembinaan habitat diperlukan agar kondisi
lingkungan tempat berlindung, mencari makan dan aktivitas lainnya dapat terpenuhi
dan populasinya dapat berkembang secara alami. Pembinaan habitat terutama dengan
pengkayaan jenis tanaman pakan serta pohon sebagai pelindung ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan keseharian satwa serta mengurangi gangguan yang sifatnya
berasal dari manusia.
D. Kerjasama Pihak Terkait
Kerjasama antara pengelola, kombaga konservasi, akademisi, pesantren
maupun pihak-pihak terkait lain yang ada di P. Lombok diperlukan sebagai upaya
pengelolaan kawasan dalam kerangka holistik. Output salah satu kegiatannya dapat
diarahkan kepada spesifik perlindungan spesies-spesies endemik yang ada di P.
Lombok terutama spesies-spesies endemik yang belum banyak diungkap melalui
penelitian-penelitian, spesies-spesies yang belum diketahui status populasinya, dan
spesies-spesies endemik yang belum dilindungi oleh undang-undang.
Musang Rinjani atau spesies endemik P. Lombok lain yang tidak terdaftar
dalam spesies yang dilindungi undang-undang merupakan masalah yang perlu dikaji
terutama pihak-pihak yang berkompeten mengingat beberapa kawasan hutan di P.
Lombok semakin menurun daya dukungnya terhadap hidupan liar beserta turunannya
dan status populasi suatu spesies dapat berubah dengan cepat.
Kerjasama ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk kampanye konservasi yang
lebih luas, spesies-spesies endemik P. Lombok termasuk musang Rinjani dapat
dijadikan sebagai flagship spesies untuk menarik simpati masyarakat. Tujuan
pendidikan konservasi bagi masyarakat bisa diarahkan kepada pemahaman tentang
kekayaan keaneragaman hayati yang ada di P. Lombok dan potensi pemanfaatannya
bagi kesejahteraan di masa depan.